PENENTUAN TOTAL
KESADAHAN SAMPEL AIR TANAH
dengan METODE TITRIMETRI
I.
TUJUAN
Menentukan
kesadahan total dalam sampel air.
II.
DASAR TEORI
Proses titrimetri atau titrasi terjadi jika
larutan baku ditambahkan pada larutan yang akan dianalisis sampai reaksi selesai
dengan sempurna secara kuantitatif. Analisis titrimetric (volumetri) adalah suatu
proses untuk menentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat dengan
mengukur volume secara kuantitatif larutan pereaksi yang digunakan untuk
bereaksi sempurna dengan zat yang akan ditentukan. Dalam analisis volumetri perhitungan-perhitungan
yang digunakan didasarkan pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi
kimia seperti :aA + tT produk, a merupakan molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T.
Reagensia T disebut titran, ditambahkan sedikit-demi sedikit, biasanya dari dalam buret
dalam bentuk larutan yangkonsentrasinya telah diketahui dengan cara
standardisasi.
Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia
setara dengan A, maka dikatakan telah tercapai titik ekivalensi dari titrasi
itu. Titik ekivalen adalah titik
kesetaraan yaitu suatu akhir reaksi secara teoritis dimana reaksi berjalan
secara stoikiometri. Untuk mengetahui kapan penambahan
titran itu harus dihentikan maka digunakan suatu zat yang disebut indikator harus dapat menunjukkan perubahan nyata pada saat reaksi antara larutan
yang dititrasi dan larutan penitrasi sudah sempurna.
Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir.Dalam kondisi idealnya adalah titik akhir sedekat mungkin dengan titik
ekivalensi sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu aspek
yang penting dalam analisis titrimetri untuk mengimpitkan kedua titik tersebut.
Air
sadah dibedakan menjadi dua macam,
yaitu :
1. Air sadah sementara (temporer)
2. Air sadah tetap (permanen).
Kesadahan
sementara disebabkan karena garam-garam karbonat (CO3-) dan bikarbonat (HCO3-)
dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).Garam karbonat merupakan garam yang tidak
larut, sedangkan garam bikarbonat merupakan garam yang larut. Garam karbonat
dengan air dan karbon dioksida di udara akan membentuk garam bikarbonat yang
larut. Oleh karena itu semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida di udara,
semakin tinggi kelarutannya, dalam bentuk reaksi berikut:
CaCO3 +
CO2 + H2O → Ca(HCO3)2
tidak larut
larut
Kesadahan air
ini bersifat sementara, karena dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, dimana
terbentuk garam kalsium karbonat yang tidak larut dan mengendap, sehingga dapat
dihilangkan dengan mudah.
Ca(HCO3)2 → CaCO3 + H2O+ CO2
dipanaskan
(mengendap)
Kesadahan tetap disebakan oleh adanya
garam-garam klorida (Cl-) dan sulfat (SO4) dari kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg). Kesadahan karena garam-garam
tersebut bersifat tetap dan sangat sukar dihilangkan. Prinsip :
Bila asam ethylene tiamin tetra asetat dan garam Natrium nya ditambahkan
kedalam suatu larutan dari kation logam tertentu akan mambentuk kompleks khelat
yang mudah larut. Jika sedikit pewarna seperti eryochrom blackT ditambahkan ke
dalam larutan air yang mengandung ion-ion kalsium dan magnesium pada pH 10,
maka larutan tersebut akan berwarna merah anggur. Jika EDTA ditambahkan sebagai
titran,maka kalsium dan magneasium akan membentuk kompleks. Setelah EDTA
ditambahkan pada kompleks kalsium dan magnesium, maka larrutan merah anggur
berubah menjadi biru’ yang merupakan titik akhir titrasi. Ion Mg harus ada
supaya diperoleh titik akhir titrasi yang sempurna.Untuk itu didalam larutan
dapatditambahkan Mg netral dari EDTA sehingga secara otomatis memberi cukup Mg
dan juga meniadakan koreksi dengan blangko.Batas waktu penundaan titrasi untuk memperkecil kemungkinan pengendapan
CaCO3 adalah 5 menit.
Rumus
dari EDTA adalah
III.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
1.
Gelas ukur 50 ml
2.
Pipet volume 25 ml
3.
Corong gelas
4.
Pipet volume 10 ml
5.
Erlenmeyer 250 ml
6.
Propipet
7.
Gelas beaker 250 ml
8.
Pipet tetes
9.
Buret, statif, dan klem
10.
Pipet ukur 1
ml
11.
Botol semprot
B.
Bahan
1.
Sampel air
2.
Aquadest
3.
Larutan CaCO30,01 M
4.
Larutan buffer pH 10±0,1
5.
Indicator EBT
6.
Larutan Na2EDTA
IV.
GAMBAR ALAT
Gelas ukur Pipet ukur Erlenmeyer Pipet tetes
Buret Pipet volume Botol semprot Pro
pipet
Corong gelas
V.
CARA KERJA
A. Standardisasi
larutan Na2EDTA
1.
Memasukkan 10 ml larutan standard CaCO3 0,01 M ke dalam 3 buah erlenmeyer 250 ml.
2.
Menambahkan 40 ml aquadest dan I ml larutan penyangga (buffer) pH 10±0,1.
3.
Menggojog
hingga homogen ketiga erlenmeyer tersebut
4.
Ditambahkan
3-5 tetes indikator EBT.
5.
Melakukan
titrasi dengan larutan baku Na2EDTA. Titik akhir titrasi adalah
ketika terjadi perubahan warna dari merah keunguan menjadi biru.
6.
Mencatat
volume Na2EDTA yang digunakan.
7.
Diulangi
titrasi 3 kali untuk erlenmeyer II dan III.
8.
Dihitung
molaritas dari Na2EDTA.
B. Pengujian
kesadahan total (CaCO3)
1.
Memasukkan 25 ml sampel ke
dalam 2 buah erlenmeyer 250 ml.
2.
Menambahkan 25 ml aquadest dan I ml larutan penyangga (buffer) pH 10±0,1.
3.
Menggojog
hingga homogen.
4.
Ditambahkan
3-5 tetes indikator EBT.
5.
Melakukan titrasi menggunakan larutan baku Na2EDTA. Titik
akhir titrasi adalah ketika terjadi perubahan warna dari merah keunguan menjadi
biru.
6.
Dicatat
volume Na2EDTA yang digunakan.
7.
Diulangi titrasi 2 kali untuk Erlenmeyer II.
8.
Dihitung
kesadahan total terhadap sampel air.
VI.
HASIL ANALISIS
A. Standarisasi larutan Na2EDTA
No.
|
Titrasi
|
Volume CaCO3 (ml)
|
Volume Na2EDTA (ml)
|
1.
|
I
|
10
|
2,5
|
2.
|
II
|
10
|
2,4
|
3.
|
III
|
10
|
2,5
|
Rata-rata
|
2,47
|
B. Pengujian kesadahan total
No.
|
Titrasi
|
Volume sampel (ml)
|
Volume Na2EDTA (ml)
|
1.
|
I
|
25
|
4,4
|
2.
|
II
|
25
|
4,8
|
Rata-rata
|
4,6
|
=
= 736 ppm
VII.
PEMBAHASAN
Menurut
SNI 06-6989.12-2004, prinsip dari analisis pengujian kualitas air
(kesadahan total) adalah: Garam dinatrium etilen diamin tetra asetat (EDTA)
akan bereaksi dengan kation logam tertentu membentuk senyawa kompleks kelat
yang larut. Pada pH 10,0 + 0,1, ion-ion kalsium dan magnesium dalam contoh uji
akan bereaksi dengan indikator Eriochrome Black T (EBT), dan membentuk larutan
berwarna merah keunguan. Jika Na2EDTA ditambahkan sebagai titran, maka ion-ion
kalsium dan magnesium akan membentuk senyawa kompleks, molekul indikator
terlepas kembali, dan pada titik akhir titrasi larutan akan berubah warna dari
merah keunguan menjadi biru. Dari cara ini akan didapat kesadahan total (Ca
+Mg). Kalsium dapat ditentukan secara langsung dengan EDTA bila pH contoh uji
dibuat cukup tinggi (12-13), sehingga magnesium akan mengendap sebagai
magnesium hidroksida dan pada titik akhir titrasi indikator Eriochrome Black T
(EBT) hanya akan bereaksi dengan kalsium saja membentuk larutan berwarna biru.
Dari cara ini akan didapat kadar kalsium dalam air (Ca).
Dari
kedua cara tersebut dapat dihitung kadar magnesium dengan cara mengurangkan
hasil kesadahan total dengan kadar kalsium yang diperoleh, yang dihitung
sebagai CaCO3.
Kesadahan total dari sampel air yang
didapat dalam analisis ini yaitu sebesar 736 ppm. Menurut permenkes RI No
416/MENKES/PER/IX/1990 kadar maksimal yang diijinkan untuk kesadahan air minum
dan air bersih adalah 500 mg CaCO3/liter (ppm). Itu berarati, sampel
air tidak layak dikonsumsi.
Reaksi yang terjadi yaitu :
VIII.
KESIMPULAN
Dari analisis ini didapatkan hasil kesahan total sampel air sebesar 736 ppm
dan sampel air ini tidak layak dikonsumsi.
PENENTUAN KADAR
BERAT Ni
SEBAGAI NIKEL DIMETIL GLIOKSIM
I.
TUJUAN
1.
Menganalisa suatu bahan kimia secara gravimetri.
2.
Menentukan kadar berat Ni dalam larutan sebagai Nikel Dymethil Glyoxim.
II.
DASAR TEORI
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu
zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen
dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri
adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu.
Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi
unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk
yang dapat ditimbang dengan teliti.Metode gravimetri memakan waktu yang cukup
lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor-faktor
koreksi dapat digunakan. Zat ini mempunyai ion yang
sejenis dengan endapan primernya.Postpresipitasi dan kopresipitasi merupakan
dua penomena yang berbeda.Sebagai contoh pada postpresipitasi, semakin lama
waktunya maka kontaminasi bertambah, sedangkan pada kopresipitasi
sebaliknya.Kontaminasi bertambah akibat pengadukan larutan hanya pada
postpresipitasi tetapi tidak pada kopresipitasi (Khopkar, 1990).
Gravimetri adalah metode analisis kuantitatif unsur atau
senyawa berdasarkan bobotnya yang diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan
pemisahan dan pemanasan endapan dan diakhiri dengan penimbangan.
Suatu
metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti
berikut:
a A + r R → AaRr
dimana
a molekul analit bereaksi dengan r molekul R menghasilkan AaRr.
Analisis
gravimetri dapat berlangsung baik, jika persyaratan berikut dapat terpenuhi :
1.
Komponen yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna
(sisa analit yang tertinggal dalam larutan harus cukup kecil, sehingga dapat
diabaikan), endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut.
2.
Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari
larutan (dengan penyaringan).
3.
Endapan yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometrik
tertentu (dapat diubah menjadi sistem senyawa tertentu) dan harus bersifat
murni atau dapat dimurnikan lebih lanjut
Dalam analisis gravimetri meliputi beberapa tahap sebagai
berikut :
1. Pelarutan sampel (untuk sampel padat).
2. Pembentukan endapan dengan menambahkan
pereaksi pengendap secara berlebih agar semua unsur/senyawa diendapkan oleh
pereaksi. Pengendapan dilakukan pada suhu tertentu dan pH tertentu yang
merupakan kondisi optimum reaksi pengendapan.
Tahap analisa gravimetri yang paling penting, yaitu:
1. Penyaringan endapan.
2. Pencucian endapan dengan cara menyiram endapan
di dalam penyaring dengan larutan tertentu.
3. Pengeringan endapan sampai mencapai berat konstan.
4. Penimbangan.
5. Perhitungan
III.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
1.
Gelas ukur 250 ml
2.
Pipet ukur 5 ml
3.
Gelas beaker
500 ml
4.
Gelas ukur 50
ml
5.
Neraca
analitik
6.
Propipet
7.
Gelas arloji
8.
Pipet tetes
9.
Kompor
listrik
10.
Penangas air
11.
Termometer
12.
Penyaring
kaca masir
13.
Pompa vakum
14.
Oven
15.
Desikator
16.
Krustang
17.
Spatula
18.
Pengaduk
gelas
19.
Botol semprot
20.
Gelas beaker
100 ml
21.
Tabung reaksi
22.
Pipet ukur 1
ml
B.
Bahan
1.
Ni(NO3)2
. 6H2O
2.
Aquadest
3.
Larutan NH4OH encer
4.
Larutan DMG
1%
5.
Larutan HNO31
N
6.
Larutan AgNO3
1 N
7.
Larutan HCl
1:1
IV.
GAMBAR ALAT
Pipet ukur Pipet
tetes Gelas ukur Pipet volume
Botol semprot Pro
pipet Gelas beaker Gelas
arloji
Spatula Pengaduk gelas Neraca analitik Kompor listrik
Termometer Oven Desikator
Pompa vakum
Krustang
V.
CARA KERJA
1.
Menimbang Ni(NO3)2 . 6H2O seberat 0,1982 g.
2.
Melarutkan dengan HCl 1:1 sebanyak 5 ml dan di add dengan aquadest
sampai 200 ml dalam selas ukur.
3.
Dipindahkan larutan tersebut ke dalam gelas beaker 500 ml.
4.
Memasukkan gelas beaker berisi larutan tersebut ke dalam penangas (700-800 C).
5.
Ditunggu sekitar 20 menit hingga suhu dalam gelas beaker mencapai suhu
700 C.
6.
Ditambahkan 25 ml DMG 1% secara perlahan ke dalam gelas beaker,
kemudian tambahkan larutan NH4OH encer bertetes-tetes sampai
terbentuk endapan bewarna merah dan berbau ammonia.
7.
Mendigesti dalam penangas dengan suhu 600 C selama 30 menit.
8.
Menguji larutan tersebut denagn NH4OH encer sampai tidak ada
kabut merahnya lagi.
9.
Didiamkan selama 1 jam.
10.
Disaring dengan kaca masir.
11.
Mencuci endapan dalam kaca masir dengan aquadest sampai tidak lagi
mengandung Cl (klorida). Untuk menguji keberadaan Cl, ambil 1 ml filtat,
tambahkan 1 ml HNO3 dan setetes AgNO3. Jika masih keruh
artinya masih ada Cl yang tersisa sehingga harus dilakukan pencucian ulang.
12.
Memasukkan
dalam oven selama 2 jam.
13.
Dipindahkan dalam
desikator selama 20 menit, kemudian ditimbang.
14.
Melakukan
penimbangan 3 kali atau sampai mendapatkan berat konstan.
15.
Untuk
penimbangan kedua dan ketiga, pengovenan cukup selama 30 menit, kemudian memasukkan
dalam desikator selama 30 menit.
16.
Ditimbang lagi
endapan tersebut.
VI.
HASIL ANALISIS
A.
= 0,1982 gram
B.
Berat kaca
masir kosong = 66,1610 g
C.
Hasil
penimbangan
No.
|
Penimbangan
|
Berat kaca masir + endapan
|
1.
|
I
|
66,3541 g
|
2.
|
II
|
66,3534 g
|
3
|
III
|
66,3531 g
|
C.
Berat endapan
Berat
endapan = (berat kaca masir + endapan) – berat kaca masir kosong
= 66,3531 g
– 66,1610 g
= 0,1921 g
Kadar Ni yang didapat : = x 100 %
= x 100 %
=
19,567 %
VII.
PEMBAHASAN
Pada analisis kali
ini, menentukan kadar berat Ni2+ sebagai Ni Dimethyl Glyoxim. Analisis gravimetri, atau analisis
kuantitatif berdasarkan bobot adalah proses isolasi serta penimbangan suatu
unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk semurni
mungkin. Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang
diselidiki, yang telah ditimbang. Sebagian besar penetapan pada analisis
gravimetri menyangkut pengubahan unsur atau radikal yang akan ditetapkan
menjadi senyawaan yang murni dan stabil,yang dapat diubah dengan mudah menjadi
satu bentuk yang sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot atau radikal itu dengan
mudah dapat dihitung dari pengetahuan kita tentang rumus senyawaannya serta
bobot atom unsur-unsur penyusunnya (konstituennya). Larutan nikel dibuat dengan
melarutkan garam nikel dalam air yang ditambahkan larutan HCl, karena HCl dapat
melarutkan nikel dengan membentuk gas hidrogen.
Agar terjadi pengendapan, maka pada
larutan tersebut ditambahkan pengendap organik yaitu Dimetilglioksim (DMG) 1%.
Penambahan DMG akan membentuk kompleks dengan nikel dan menimbulkan warna merah
pada endapan yang terbentuk jika ditambahkan NH4OH sedikit berlebih. Endapan yang didapat yaitu endapan setelah
pengovenan sampai diperoleh berat konstan.
VIII.
KESIMPULAN
Dari analisis yang dilakukan didapatkan hasil kadar Ni dalam sampel adalah 19,567%.
MENGHITUNG JUMLAH SEL
I.
TUJUAN
Menghitung
jumlah sel dalam sampel air
II.
DASAR TEORI
Air
yang kita gunakan untuk keperluan sehari-hari mengandung berbagai jenis mikroba
(patogen dan nonpatogen) di dalamnya. Seiring dengan berkembangnya industri,
penduduk dan luasnya areal pemukiman, ketersediaan akan air bersih yang layak
diminum semakin langka. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menilai
kelayakan / kualitas air unuk menjadi air minum adalah jenis bakteri yang terkandung
di dalamnya.
MPN adalah suatu metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan
data dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri
tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair yang ditanam berdasarkan jumlah
sampel atau diencerkan menurut tingkat seri tabungnya sehingga dihasilkan
kisaran jumlah mikroorganisme yang diuji dalam nilai MPN/satuan volume atau
massa sampel.
Pemerikasaan bakteriologik air terdiri
dari :
1.
Pemeriksaan kuantitatif, yaitu untuk
menentukan atau mendeteksi bakteri koli dalam air, terdiri dari tiga tahap
yaitu :
a.
Uji pendugaan (presumptive test)
Uji
ini dilakukan untuk menduga keberadaan bakteri koli dalam suatu sampel air. Uji
dilakukan dalam medium fermentasi kaldu laktosa (laktosa broth) yang berisi tabung
Durham. Uji dinyatakan positif bila terbentuk gas pada tabung Durham, karena
bakteri koli mampu memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan gas yang
merupakan khasnya. Uji pendugaan dapat menunjukkan kuantitas mikroorganisme koli yang merupakan jumlah perkiraan trdekat (MPN; Most
Probable Number). MPN didapatkan dengan menghitung jumlah tabung positif dari
tiap seri setelah 24 jam inkubasi pada suhu 37°C. Jumlah tabung tersebut
dicocokkan dengan tabel MPN yang sesuai dengan jumlah seri tabung yang digunakan
(missal MPN 3-3-3 atau MPN 5-5-5) untuk mengetahui nilai MPN.
b.
Uji penegasan atau penentu (confirmed
test)
Konfirmasi
dari uji pendugaan perlu dilakukan, karena nilai positif (gas) dari uji pertama
dapat juga merupakan reaksi dari bakteri non koli yang bukan indicator pencemar
fekal. Uji penentu memrlukan medium selektif atau diferensisal, misalnya BGLB
(Brilliant Green Lactose Broth) dengan dilengkapi tabung Durham, EMB (Eosin
Metylen Blue) atau endo agar. umumnya digunakan BGLB dengan tabung Durham
karena diketahui ox-bile dan brilliant green dalam BGLB mampu menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif yang termasuk memfermentasikan laktosa seperti
Clostridia. Syarat uji bernilai positif sama dengan uji pendugaan. Bila pada
tahap ini di dalam kultur uji masih terbentuk gas, maka sampel air dinyatakan
tidak layak minum.
c.
Uji pelengkap (completed test)
Uji
ini merupakan analisis akhir dari sampel air untuk mendeteksi keberadaan
bakteri koli fekal. Metode yang digunakan adalah pengecatan Gram terhadap bakteri
yang muncul atau tumbuh pada media EMB agar pada uji penentu. Bila karakter
koloni berwarna hijau metalik dan hasil pengamatan dengan mikroskop menunjukkan
bakteri berbentuk batang tersebut adalah E. coli dan uji pelengkap bernilai
positif.
2.
Pemeriksaan kualitatif, yaitu untuk
menentukan total mikroba yang terdapat dalam sampel air yang umumnya menggunakan media kaldu agar.
III.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
1.
Autoclave
2.
Kapas
3.
Incubator
4.
Pipet ukur 5 ml
5.
Pipet ukur 1 ml
6.
Pro pipet
7.
Tabung reaksi
8.
Tabung durham
9.
Rak tabung
10.
Botol semprot
11.
Gelas bekker
12.
Pipet tetes
B.
Bahan
1.
Sampel air
2.
Aquadest
3.
Media LB
(lactose broth)
IV.
GAMBAR ALAT
Oven Autoclave Incubator
Gelas Beker Botol Semprot Pipet ukur
Tabung Reaksi Tabung
Durham Rak Tabung
V.
CARA KERJA
1.
Disiapkan 11 tabung reaksi. Dua tabung reaksi diisi aquadest 4,5 ml.
Dan 9 tabung reaksi lainnya diisi dengan media LB 4,5 ml.
2.
Memasukkan tabung durham yang telah diisi dengan LB ke dalam 9 tabung
reaksi yang berisi media LB.
3.
Dituutup dengan kapas kesebelas tabung reaksi tersebut.
4.
Semua tabung dijadikan satu dan dibungkus
dengan kertas koran.
5.
Melakukan penyeterilan menggunakan autoclave.
6.
Memasukkan masing-masing 0,5 ml sampel ke dalam tabung reaksi I yang
berisi aquadest (10-1) dan ke
dalam 3 buah tabung reaksi berisi LB (100).
7.
Melakukan pengeceran 2 kali pada tabung berisi aquadest steril.
8.
Untuk tabung berisi aquadest
(10-2), dan 3 buah tabung berisi LB (10-1), ditambahkan 0,5 ml dari
tabung aquadest (10-1).
9.
Untuk tabung berisi media LB (10-2), ditambahkan 0,5 ml dari tabung aquadest(10-2).
10.
Menggojog semua tabung reaksi hingga homogen.
11.
Diinkubasi dengan suhu 370 C selama 24-48 jam.
12.
Melakukan pembacaan/pengamatan. Uji positif ditandai dengan adanya gelembung
atau kekeruhan.
VI.
HASIL ANALISIS
No.
|
Tabung
|
Pengamatan
|
Jumlah
|
MPN/100 ml
|
|
Positif
|
Negatif
|
||||
1.
|
100
|
ü
|
|
3
|
>1100
|
2.
|
100
|
ü
|
|
||
3.
|
100
|
ü
|
|
||
4.
|
10-1
|
ü
|
|
3
|
|
5.
|
10-1
|
ü
|
|
||
6.
|
10-1
|
ü
|
|
||
7.
|
10-2
|
ü
|
|
3
|
|
8.
|
10-2
|
ü
|
|
||
9.
|
10-2
|
ü
|
|
=
= >110.000 sel/L
VII.
PEMBAHASAN
Pada analisis kali ini, kita menghitung jumlah sel
dengan metode MPN. Media yang digunakan untuk penanaman mikroba adalah LB (Lactose Broth). Prinsip utama
metode ini adalah mengencerkan sampel sampai tingkat tertentu sehingga
didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang pas/sesuai dan jika ditanam dalam
tabung menghasilkaan frekensi pertumbuhan tabung positif “kadang-kadang tetapi
tidak selalu”. Semakin besar jumlah sampel yang dimasukkan (semakin rendah pengenceran
yang dilakukan) maka semakin “sering” tabung positif yang muncul. Semakin kecil
jumlah sampel yang dimasukkan (semakin tinggi pengenceran yang dilakukan) maka
semakin “jarang” tabung positif yang muncul. Jumlah sampel/pengenceran yang
baik adalah yang menghasilkan tabung positif “kadang-kadang tetapi tidak
selalu”. Semua tabung positif yang dihasilkan sangat tergantung dengan
probabilitas sel yang terambil oleh pipet saat memasukkannya ke dalam media.
Oleh karena itu homogenisasi sangat mempengaruhi metode ini. Frekuensi positif
(ya) atau negatif (tidak) ini menggambarkan konsentrasi mikroorganisme pada
sampel sebelum diencerkan. MPN dinilai dari perkiraan unit tumbuh (Growth
Unit / GU) seperti CFU, bukan dari sel individu. Meskipun begitu baik
nilai CFU atau MPN dapat menggambarkan seberapa banyak sel individu yang
tersebar dalam sampel. Metode MPN dirancang dan lebih cocok untuk diterapkan
pada sampel yang memiliki konsentrasi <100/g atau ml. Oleh karena itu nilai
MPN dari sampel yang memiliki populasi mikroorganisme yang tinggi umumnya tidak
begitu menggambarkan jumlah mikroorganisme yang sebenarnya. Jika jumlah
kombinasi tabung positif tidak sesuai dengan tabel maka sampel harus diuji
ulang. Semakin banyak seri tabung maka semakin tinggi akurasinya.
Hasil
dari pengamatan, didapatkan hasil bahwa kesembilan tabung tersebut positif
terdapat bakteri koliform. Sehingga jumlah MPN yang didapat adalah >1100
MPN/100 ml dan dari data tersebut didapatkan hasil jumlah mikroba dalam sampel
adalah sebanyak >110.000 sel/L. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel air yang diuji tidak layak
konsumsi karena positif mengandung bakteri koliform yang sangat banyak.
VIII.
KESIMPULAN
Dari analisis ini didapatkan hasil
jumlah bakteri koliform dalam sampel air yang diuji adalah >110.000 sel/L.
Sampel tidak layak konsumsi karena mengandung bakteri >110.000sel/L.
PENENTUAN KADAR Cu
dengan METODE SPEKTROFOTOMETRI
I.
TUJUAN
Menentukan kadar Cu
dengan metode spektrofotometri.
II.
DASAR TEORI
Cahaya adalah suatu
bentuk energi dan merupakan radiasi elektromagnetik. Bagian kecil dari radiasi
elektromagnetik adalah cahaya tampak yang dapat dilihat dengan mata kita secara
langsung. Radiasi/spektromagnetic tidak dapat dilihat namun demikian sudah ada
instrumen yang mampu mendeteksinya.
Prinsip dasar dari
spektrofotometri adalah absorbsi sinar oleh sampel. Pada
spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya
tampak (visible). Sinar uv tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi dapat diproduksi oleh lampu khusus
yang mengandung uap merkuri (gas deutrium). Cahaya
visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata
manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga
semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau,
apapun..selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke
dalam sinar tampak (visible).
Sumber sinar tampak yang umumnya
dipakai pada spektro visible adalah lampu Tungsten. Tungsten yang
dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan unsur kimia dengan
simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih yang tertinggi (3422
ºC) dibanding logam lainnya.karena sifat inilah maka ia digunakan sebagai
sumber lampu.
Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.
Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.
Oleh karena itu, untuk sample yang
tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan
reagent spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang
digunakan harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analit yang akan dianalisis. Selain itu juga produk
senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar stabil.
Berbeda dengan spektrofotometri
visible, pada spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV
memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Deuterium disebut juga heavy hidrogen.Dia
merupakan isotop hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan
daratan.Inti atom deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara
hidrogen hanya memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium
diambil dari bahasa Yunani, deuteros, yang berarti ‘dua’, mengacu pada
intinya yang memiliki dua pertikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi
oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan
senyawa yang tidak memiliki warna.Bening dan transparan.
Oleh karena itu, sample tidak berwarna
tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample
dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sample
keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip
dasar pada spektrofotometri adalah sample harus jernih dan larut sempurna.
Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi.
Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis
paling banyak tersedia dan paling populer digunakan. Kemudahan metode ini
adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak
berwarna. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung
banyaknya cahaya yang hamburkan:
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It
atau I1 adalah intensitas cahaya setelah melewati sampel.
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:
A = a . b . c atau A = ε . b . c
dimana:
A = absorbansi
b = tebal larutan (tebal kuvet
diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang
diukur
ε = tetapan
absorptivitas molar
III.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
1. Spektrofotometri
2. Kuvet
3. Labu ukur 100 ml
4. Labu ukur 50 ml
5. Pipet ukur 10 ml
6. Pro pipet
7. Pipet tetes
8. Botol semprot
9. Gelas beaker
B.
Bahan
1.
Larutan HCl 1
N
2.
Aquadest
3.
Larutan NH4OH 6 N
4.
Larutan Cu2+
1000 ppm
5.
Larutan sampel
IV.
GAMBAR ALAT
Pipet ukur Pipet
tetes Botol semprot Pro pipet
Gelas beaker Spektrofotometri Labu ukur
Kuvet
V.
CARA KERJA
1.
Pembuatan kurva kalibrasi
a.
Memasukkan ke dalam 4 labu takar 100 ml
berturut-turut 0,50 ml ; 1,00 ml ; 1,50 ml dan 2,00 ml larutan baku Cu 1000
ppm.
b.
Menambahkan kepada tiap-tiap labu ukur tersebut :29 ml larutan HCl 1 N
dan 20 ml larutan NH4(OH) 6 N.
c.
Dikocok dengan baik dan encerkan dengan air suling tepat sampai tanda
batas. Larutan siap untuk dilakukan pengukuran.
d.
Memasukkan 29 ml larutan HCl 1 N dan 20 ml larutan NH4(OH)
6 N dalam labu 100 ml yang lain.
Encerkan pula tepat
sampai tanda batas dengan air suling. Larutan ini adalah blangko.
e.
Mengukur absorbansi pada χ 580 nm.
f.
Membuat grafik yang menyatakan hubungan antara absorbansi dengan
konsentrasi larutan Cu.
2.
Penetapan kadar tembaga (Cu)
secara spektrofotometri
a.
Mengambil larutan sampel sebanyak 5 ml dalam labu ukur 50 ml.
b.
Menambahkan sebanyak 14,5 ml larutan HCl 1 N dan 10 ml larutan NH4(OH)
6 N, kocok dengan baik.
c.
Mengencerkan dengan air suling tepat tanda batas.
d.
Mengkur absorbansi larutan Cu dengan spektrofotometer.
e.
Dari nilai absorbansi yang
diukur diatas dan berdasarkan kurva kalibrasi, tentukan konsentrasi Cu dalam
larutan yang telah dipisahkan.
VI.
HASIL ANALISIS
Tabel hasil pengukuran absorbansi pada
standar Cu :
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
5 ppm
|
0,005
|
10
ppm
|
0,009
|
15 ppm
|
0,014
|
20
ppm
|
0,018
|
Sampel
|
0,008
|
Dari data kalibrasi, diperoleh persamaan y = bx +
a dengan nilai
a = 5 x 10-4 = 0,0005
b = 8,8 x 10-4 = 0,00088
r = 0,998
untuk sampel dengan konsentrasi x dan absorbansi
sampel 0,008 dapat dihitung nilai x dari persamaan y = bx +a
y = bx + a
0,008 = 0,00088x + 0,0005
x =
= 8,523
Konsentrasi sampel sesungguhnya
= x : fp
=
8,523 :
=
85,23 ppm
VII.
PEMBAHASAN
Pada
analisis penentuan kadar cu dengan spektrofotometri didapatkan hasil
konsentrasi sampel sebesar 85,23 ppm. Seharusnya cu tersebut memiliki
konsentrasi 100 ppm. Hasil R yang didapat adalah 0,998 sedangkan nilai R yang
seharusnya adalah 1. Kemungkinan kesalahan terjadi saat pembuatan standar, saat
pembacaan atau juga saat penambahan reagent. Sampel yang seharusnya diambil
secara kuantitatif tapi karena kurang teliti, misalnya saat dipindah dari pipet
volume ke erlenmeyer, tidak sejumlah volume yang dimaksud dapat terpindahkan
semua juga akan sangat mempengaruhi hasil analisis.
VIII.
KESIMPULAN
Dalam
analisis ini, didapat konsentrasi sampel sebesar 85,23 ppm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar